Ads 468x60px

Selasa, Mac 30, 2010

Tangisan dan genggaman!

Bismillahirrahmanirrahim...










ya Allah, benarlah! inilah bumi kelahiran para mujahid jalan Allah swt. Sedari kecil berdepan dengan kemusnahan, pembunuhan, peperangan. Darah itu adalah hiasan ditanah al-aqsa. Mana mungkin semangat mereka dan peduli mereka terhadap tanah al-aqsa dapat disama ratakan dengan kita yang berjauhan... Semoga doa-doa dari mujahidin seluruh dunia memberi kekuatan buat mereka... Ikatan muslimin tidak akan putus melainkan jika kita mencabut iman dari hati kita... ALLAHUAKBAR! thabatkan aku dalam perjuangan di jalanMU..

Ahad, Mac 21, 2010

Bawa Hati untuk Allah..

Ke mana Harus ku Bawa Hati?....

Jumaat, Mac 05, 2010

Berdakwah dengan Hati

“Maka disebabkan rahmat Allah atasmu, kamu berlaku lemah lembut kepada mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkan mereka dan mohonkanlah ampun bagi mereka…”(QS.:3:159)


Saudaraku, Sejarah telah memaparkan pancaran pesona akhlaq Rasulullah dalam perjuangan dakwah beliau sebagai suri teladan bagi kita (QS.:33:21). Kemudian Allah SWT menguatkan dengan firman-Nya “wa innaka la’alaa khuluqin ‘azhiim. Dan sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang mulia.”(QS.:68:4). Tentunya ini merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Rumusan nyata dan terang mengenai model manusia terbaik. Maka siapa yang ingin berjaya dalam mengemban tugas dakwah sebagaimana Rasulullah, hendaklah mengikuti jejak langkah Rasulullah dan menerapkan akhlaq Rasulullah dalam segenap kehidupannya.

Dulu sering kita termui keluhan-keluhan dan kekecewaan terhadap penanganan dakwah di kalangan para mutarobbi –binaan atau anggota tarbiyah-. Fenomena bergugurannya para aktivis dakwah, ditambah lagi dengan kebencian mereka terhadap pola dakwah terbukti – menurut mereka – disebabkan karena seringnya mereka menerima tindakan yang tidak bijaksana.


Jawapan sederhana dari permasalahan di atas boleh jadi karena ketidak utuhan kita dalam meneladani Rasul atau bahkan mungkin kerena kita belum mampu menanamkan akhlaq Rasul pada diri mereka. Akibatnya kita sering tidak sabar dan tidak bijaksana menyikapi mereka, sementara merekapun terlalu mudah tersinggung dalam menyikapi teguran dan nasihat yang mereka anggap sebagai pengekang kebebasan. Komunikasi yang tidak sihat ini sebenarnya boleh diatasi dengan menyedari sepenuh hati akan begitu pentingnya penanaman dan penerapan akhlaq Rasulullah dalam berbagai pendekatan dakwah. Ditinjau dari segi juru dakwah, keinginan meluruskan, teguran, penugasan, sindiran dan sebagainya sebenarnya dapat dikemas dengan akhlaq. Begitupun dari segi mad’u –peserta dakwah atau yang didakwahi- ; ketidakpuasan, ketersinggungan, perasaan terkekang dan kejenuhan juga dapat diredam dengan akhlaq. Akhlaq menuntun kepada kemampuan untuk saling menjaga perasaan, saling memaklumi kesalahan dan membawa kepada penyelesaian terbaik.

Banyak murabbi –pembina atau yang mentarbiyah- yang dikecewakan dan ditinggalkan binaaanya, tapi dia mampu mengemas luka itu dengan empati dan terus mendoakan kebaikan bagi binaannya. Bahkan diiringi harapan suatu saat Allah swt. mengembalikan binaannya dalam aktvitas dakwah, walaupun mungkin bukan dalam penanganannya. “Mungkin dengan saya tidak cocok, tapi semoga dengan murabbi lain cocok”. Ada mutarabbi yang diperlakukan tidak bijaksana oleh murabbinya namun akhlaq menuntunnya untuk mengerti dan menyadari bahwa murabbinya bukan nabi, sehingga dia tidak dendam dan menjelek-jelekkan murabbinya, melainkan tetap merasa bahawa murabbi dengan segala kekurangannya telah berjasa banyak padanya. Dia tidak membenci dakwah meskipun dia dikecewakan oleh seorang aktivis dakwah. Di antara nilai-nilai akhlaq yang semuanya mesti kita tanamkan dalam diri kita masing-masing adalah dua nilai yang cukup relevan dengan kelancaran dakwah, iaitu kelembutan dan rendah hati.


Kelembutan adalah perpaduan hati, ucapan dan perbuatan dalam upaya menyayangi, menjaga perasaan, melunakkan dan memperbaiki orang lain. Kelembutan adalah kebersihan hati dan keindahan penyajian yang diwujudkan dalam komunikasi lisan maupun badan. Bukanlah kelembutan bila ucapannya lembut tapi isinya penuh dengan kata-kata kasar menyakitkan. Bukan pula kelembutan bila menyampaikan kebenaran tapi dengan caci maki dan bentakan.

Berwajah manis penuh senyum, memilih pemakaian kata yang benar dan qaulan sadidan, memaafkan, memaklumi, penuh perhatian, penuh kasih sayang adalah tampilan kelembutan. Wajah sinis, penuh sindiran yang terkadang tanpa tabayyun, buruk sangka, ghibah, mendendam, emosional merupakan kebalikan dari sifat kelembutan.


Rendah hati merupakan perpaduan hati, ucapan dan perbuatan dalam upaya mendekatkan atau mengakrabkan, melunakkan keangkuhan, menumbuhkan kepercayaan, membawa keharmonisan dan mengikis kekakuan. Angkuh, merasa pintar dan hebat, merasa paling berjasa, merasa levelnya lebih tinggi, minta dihormati, enggan menegur atau menyapa lebih dulu, tidak mau diperintah, sulit ditemui atau dimintai tolong dengan alasan birokratis, menganggap remeh merupakan lawan dari rendah hati. Allah swt. berfirman dalam surah Asy Syu’araa ayat 215 “Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang beriman yang mengikuti kamu.”

Bila Rasulullah saw. saja dengan berbagai pesona dan kelebihannya diperintah untuk tawadhu (dan Rasul telah menjalankan perintah itu), tentulah kita yang apa adanya ini harus lebih rendah hati. Rendah hati terhadap murabbi, rendah hati terhadap mutarabbi dan rendah hati terhadap seluruh orang-orang beriman menunjukkan penghormatan kita pada Rasul dan pada kebenaran Al-Qur’an. Sebaliknya, keangkuhan dan perasaan lebih dari orang lain menandakan masih jauhnya kita dari Al-Qur’an dan Hadist.


Saudaraku, marilah kita lebih mengaplikasikan apa-apa yang sudah kita ketahui. Betapa pemahaman kita tentang pentingnya akhlak dalam mengantarkan pada kesuksesan dakwah mungkin sudah cukup mumpuni. Namun tinggal bagaimana kita terus meningkatkan penerapan nilai-nilai akhlaq itu dalam kehidupan kita sehari-hari, khususnya dalam mengemban tugas dakwah. Telah dan akan terus terbukti bahawa sambutan masyarakat terhadap dakwah adalah di antaranya kerena pesona akhlaq kita, kelembutan kita, memaklumi, mengingatkan dan meluruskan mereka dan kerendahhatian kita untuk terus bersabar mendekati dan menemani hari-hari mereka dengan dakwah kita. Dalam konteks khusus pun demikian, betapa kelembutan dan kerendahhatian ternyata lebih melanggengkan atau mengawetkan binaan-binaan kita untuk terus berdakwah bersama kita.


Saudaraku, Hendaknya dari hari ke hari kita terus mengevaluasi diri, membenahi akhlaq kita dan memantaskan diri (sepantas-pantasnya) sebagai seorang juru dakwah. Memang kita manusia biasa yang penuh salah dan kekurangan, namun janganlah itu menjadi penghalang kita untuk bermujahadah diri menuju kepada kedewasaan sejati. Masa lalu yang kasar dan angkuh hendaklah segera pupus dari diri kita. Kita mulai membiasakan diri untuk lembut di tengah keluarga, di antara aktivis dakwah hingga ke masyarakat luas. Kita mesti melatih kerendahhatian di tengah murid-murid kita, dengan sesama aktivis, pada murabbi kita hingga ke seluruh masyarakat. Dan pada akhirnya nanti insya Allah kita dapatkan keberhasilan dakwah Rasulullah terulang kembali, lewat hati, ucapan dan perbuatan kita yang telah diwarnai nilai-nilai akhlaq.


ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

“Serulah mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah dengan cara yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS 16:125). Allahu a’lam

Kuliyah, kerja dan nikah... mungkinkah?

Kuliah kerja dan nikah..mungkinkah???
Sabtu, 30 Ogos 2008 07:16 afzanizam
Pembicaraan mengenai pernikahan tidak pernah ada basinya. Romantika di dalamnya amat mengasyikkan. Hanya orang-orang yang berjalan tidak bersesuaian dengan fitrahnya sahaja akan bosan membicarakan masalah pernikahan. Mungkin bagi sesetengah pihak tertimbul persoalan di benak hatinya, mengapa ya pernikahan menjadi suatu elemen penting? Dan mengapa ia menjadi sebahagian daripada kehidupan seorang muslim? Rasulullah telah pun menjawab persoalan ini dalam sabdanya:



“Barangsiapa yang dikurniai seorang isteri(atau suami) yang solehah,bererti dia telah menyempurnakan setengah dari ad-Dinnya. Maka hendaklah dia bertakwa kepada Allah setengah lainnya”.(Hadith riwayat ath-Thabrani,al-hakim dan al-Baihaqi dari Anas bin Malik)

Pernikahan merupakan jambatan seseorang untuk meraih kesempurnaan separuh dinnya. Kalau seandainya kita mengungkap kembali sirah, kemiskinan tidak sedikit pun membuat Ali bin Abi Talib takut untuk menikahi puteri Rasulullah, Fatimah, sehinggakan baju besi Ali sendiri dijadikan mas kahwin kerana beliau tidak punya apa-apa selain itu. Melihatkan daripada kisah sahabat tersebut, tentunya dalam kondisi kita sekarang ini semakin panasaran mengapa sahabat yang semiskin itu tetap bersemangat untuk menikah, kita bagaimana? Yang perlu kita fahami adalah mereka adalah pemuda-pemuda Islam yang mampu bekerja untuk memenuhi kewajipan keluarga dan tidak perlu mengumpulkan ekonomi yang mapan baru berani untuk menyunting bunga. Mereka mempunyai azam dan matlamat yang jelas dalam pernikahan, iaitu bagi menyempurnakan sebahagian agamanya dan kemudian itu lahirlah generasi-generasi mujahid yang tegar untuk membela Islam. Mereka mendambakan sebuah keluarga Islami yang mampu melahirkan geneasi mujahid untuk akan datang.





Saudaraku, untuk itu janganlah kita memandang sebelah mata sahaja mengenai erti pentingnya pernikahan itu dan janganlah dikhuatiri kalau pernikahan akan membebankan lagi kehidupan ini kerana harus kita ingat bahawa dahulunya mungkin kita berjuang seorang diri, namun setelah menikah kita telah mempunyai kombinasi dua kekuatan juga teman seperjuangan yang cukup hebat yang dapat menjadi tempat penyokong dan lonjakan paradigma untuk terus menggerakkan kita kehadapan. Selain itu, Allah juga telah berfirman :

“Dan janganlah kamu menghampiri zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk” (Q.s al-Isra’ 17:32)

Islam merupakan agama yang paling mengerti akan fitrah manusia, termasuk fitrah nafsu kita sendiri. Dapat kita lihat di sini ramai mahasiswa juga siswi masa kini kecundang dengan fitrah ini. Amat mudah untuk kita melihat ‘couple’ di sana sini berpacaran, tidak cukup dengan berjalan sama, makan sama di café-café malah yang lebih dahsyat sekali berpelukan sambil si perempuannya membonceng di belakang di atas motor..astaghfirullah... Selain itu, mampukah seseorang yang masih belum menikah itu mampu menjaga pandangannya dengan baik? Allah berfirman:

“Kemudian aku (syaitan) akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur”(Q.s al-A’raf 7:17)

Lintasan anak mata yang terlihat tidak akan hilang begitu sahaja bukan? Sedikit sebanyak pasti akan tetap tebayang di pelupuk mata, akhirnya akan berpengaruh pada gelojak hati sehingga semakin resah dan gelisah. Inilah gejala yang sepatutnya kita hindari tambahan pula diri kita digelar sabagai seorang daie Allah dan solusi kepada permasalahan ini adalah dengan menikah yang mana kita dapat menyalurkan fitrah ini dengan cara yang suci dan mengikut syari’at Islam yang sebenar. Imam Muslim meriwayakan sebuah hadith Rasulullah SAW:

“Bahawasanya Rasulullah pernah melihat sorang wanita(baginda melihatnya di jalanan secara tiba-tiba atau tidak sengaja). Kemudian baginda mendatangi isterinya Zainab yang ketika itu sedang sibuk menyamak kulit binatang miliknya, dan kemudian baginda bersama membantu isterinya. Setelah itu, baginda menemui sahabatnya lalu berkata “ Sesungguhnya wanita itu menghadap ke depan dank e belakang dalam bentuk syaitan. Oleh kerana itu, barangsiapa salah seorang kamu melihat seorang wanita, maka hendaklah mendatangi isterinya kerana yang demikian itu akan dapat mengusir apa yang bergelojak dalam dirinya”

Para ulama berpendapat Rasulullah melakukan sedemikian dalam rangka untuk memberikan penjelasan kepada sahabat sekaligus sebagai teladan untuk diikuti jika menghadapi masalah yang sama. Dengan menikah seseorang akan menjadi dewasa dalam berfikir dan lebih mampu mengawal emosinya. Kita akan terlatih untuk memimpin yang bertanggungjawab ke atas komuniti kecilnya iaitu keluarga, sehingga mampu menjadi pemimpin yang baik dalam komuniti yang lebih besar bagi menyempurnakan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini.

Sering kali orang mengertikan kuliah itu untuk mencari kerja dan setelah itu barulah layak untuk menikah. Sememangnya logik jikalau ketiga aturan ini diterima oleh semua pihak, namun demikian jika anda telah memahami makna kuliah, kerja dan nikah dengan sebenarnya, sudah tentu anda akan menemukan keasyikan tersendiri saat menjalaninya. Harus kita sedari jika seseorang itu mampu menjalankan ketiga,iaitu kuliah kerja dan nikah ini dalam masa yang sama, semestinya ada nilai yang lebih besar akan anda dapati. Kehidupan yang bergelar mahasiswa akan lebih bermakna. Pernikahan bagi seorang muslim diumpamakan seperti sebuah kenderaan yang harus segera dinaiki dalam rangka mnyempurnakan sebahagian dinnya. Maka ayuhlah sahabatku, usah biarkan masa berlalu begitu kerana sudah tiba masanya untuk kita mewujudkan baitul muslim bagi melahirkan generasi rabbani yang mampu menggencarkan lagi Islam di masa depan..InsyaAllah.. Segalanya terletak di tangan anda. wassalam